Kamis, 23 Agustus 2012

MENGHAYATI ARTI PENTING HARI PAHLAWAN


Tidak lama lagi, bangsa kita akan merayakan Hari Pahlawan 10 November. Sekarang ini, ketika bangsa kita sedang menghadapi angka pengangguran paling sedikitnya 38 juta (Tempo Interaktif 1 Nov), dan utang luarnegeri dan dalamnegeri begitu besar, apakah masih perlu kita repot-repot mengadakan peringatan Hari Pahlawan 10 November? Dan, juga, ketika hiruk-pikuk tentang terorisme sedang melanda seluruh negeri, apa pula gunanya memperingati Hari Pahlawan? Bukankah lebih baik kalau perhatian kita dicurahkan kepada pemberantasan korupsi, yang sudah jelas-jelas mendatangkan kerusakan parah di bidang moral, dan menyebabkan kerugian begitu besar kepada negara dan rakyat? Apakah peringatan Hari Pahlawan masih ada artinya, ketika persatuan dan kesatuan bangsa kita sedang dikoyak-koyak oleh berbagai sentimen negatif kesukuan dan dikotori pertentangan agama? Kiranya, masih banyak lagi pertanyaan lainnya yang bisa diajukan tentang pentingnya memperingati Hari Pahlawan ini.
Kepada mereka yang masih mempertanyakan arti penting peringatan Hari Pahlawan, kiranya perlu – dengan sabar, namun tegas - dijawab : Sangat perlu, karena amat penting!!! (tanda seru tiga kali). Justru karena situasi negara dan bangsa sudah begini bobrok dewasa ini, maka kita semua perlu mengangkat tinggi-tinggi jiwa agung dan revolusioner yang terkandung dalam Hari Pahlawan. Namun, supaya lebih jelas lagi, perlu pula ditegaskan bahwa Hari Pahlawan ini harus kita rayakan dengan cara-cara dan semangat yang baru, yang berbeda dengan yang selama ini dilakukan oleh Orde Baru (beserta para pendukungnya).

API HARI PAHLAWAN
Dalam kaitan ini, mohon marilah sama-sama kita renungkan dalam-dalam yang berikut ini : apakah kultur politik dan kultur moral (dan pendidikan) Orde Baru betul-betul menghayati sungguh-sungguh dan menghormati Hari Pahlawan? Mengingat pengalaman selama puluhan tahun Orde Baru, kita patut meragukannya! Memang, Hari Pahlawan telah selalu dirayakan selama itu. Namun, tanpa apinya. Tanpa jiwa keagungannya. Selama puluhan tahun Orde Baru, Hari Pahlawan kebanyakan hanya diperingati dengan upacara-upacara yang bersifat ritual, yang kerdil jiwanya dan miskin pula isinya..
Tidak bisa lain! Sebab, pada hakekatnya, atau pada intinya, Hari Pahlawan adalah berjiwa revolusioner. Hari Pahlawan mengandung patriotisme dan nasionalisme yang tinggi. Hari Pahlawan adalah sarat dan dengan bobot semangat pengabdian kepada kepentingan rakyat. Hari Pahlawan mencerminkan kerelaan berkorban demi kepentingan nusa dan bangsa. Hati Pahlawan mengandung moral yang agung. Hari Pahlawan juga menyampaikan pesan besar yang terkandung dalam Sumpah Pemuda, Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila; Justru itu semualah yang tidak dimengerti oleh para pendiri (dan pendukung setia) Orde Baru. Bahkan, yang telah dirusak atau dikhianatinya!!! (sekali lagi, tanda seru tiga kali)
Supaya tidak jatuh dalam rumusan yang terdengar muluk-muluk dan generalisasi dangkal, maka perlulah kiranya kita semua berusaha menyimak kembali sejarah lahirnya Hari Pahlawan. Sejarah lahirnya Hari Pahlawan tidak bisa dipisahkan dari peran sejarah Bung Karno, dari kehebatan perjuangan revolusioner rakyat Indonesia di seluruh negeri dalam tahun 45, dan juga tidak bisa dipisahkan dari sejarah pertempuran Surabaya. Yang perlu dicatat juga adalah bahwa Hari Pahlawan ada kaitannya dengan usul Sumarsono kepada Bung Karno dalam tahun 1945 untuk menjadikan 10 November sebagai Hari Pahlawan. Sumarsono adalah; waktu itu, pimpinan tertinggi gerakan PRI (Pemuda Republik Indonesia) yang mempunyai peran penting (dan terutama) semasa pembrontakan rakyat Surabaya untuk merampas senajata Jepang dan kemudian bertempur secara besar-besaran dan heroik melawan pasukan-pasukan Inggris (dan Belanda).

0 komentar:

Posting Komentar

PSSI Perintahkan PT LPIS Bertemu PT LI Frengky Aruan

Tri Goestoro, Sekjen PSSI () CEO PT LPIS, Widjajanto, mengaku mendapat arahan dari PSSI untuk bertemu CEO PT LI, Joko Driyono, sebelum rapat kedua Komite Bersama digelar. Arahan itu dimaksudkan agar Widja dan Joko membahas lebih dulu perihal liga profesional baru seperti yang ditulis dalam MoU PSSI dan KPSI-ISL. "Nantinya, hasil pertemuan dengan pak Joko Driyono akan diajukkan pada pertemuan kedua Komite Bersama," kata Widja di Hotel Shangri-La, Jakarta, Rabu (25/7). Widja sendiri belum tahu kapan pertemuan itu akan digelar. Namun katanya, bicara soal liga profesional, tak akan jauh dari lima aspek yang harus dipenuhi, seperti yang diamanatkan AFC. "Kelima aspek itu meliputi legalitas, finansial, infrastruktur, personal, dan sporting," sambung Widja. Dikesempatan berbeda, Sekjen PSSI, Tri Goestoro membenarkan perintah itu. Tri mengaku bahwa perintah itu dilayangkan agar permasalahan mengenai pembentukan liga profesional bisa dibicarakan lebih dulu. "Jika sudah ada kesepakatan dalam pertemuan itu, artinya nanti pihak-pihak di Komite Bersama tidak akan memakan waktu yang lama sekaligus pada pertemuan kedua pembahasan tidak melebar. Lebih awal kan lebih baik," terang Tri di Kantor PSSI, Senayan, Jakarta, Kamis (26/7).